Aku harus berterima kasih kepada motivatorku yang lupa dengan namanya dari
Universita Muria Kudus. Karena, dengan kemurahan hatinya dia memberitahukan yang memberiku banyak inspirasi. “Blind Power: Berdamai dengan Kegelapan,” itulah judulnya. Merupakan sebuah otobiografi seorang tunanetra bernama
Eko Ramaditya Adikara. yang akrab dipanggil Rama. Kekurangan yang dimilikinya telah berubah menjadi sebuah kekuatan dan kelebihan. Prediket sebagai
game music composer, blogger, motivator, penulis, wartawan dan
editor pun disandangnya. Sebuah prediket yang bagi seorang berpenglihatan sempurna saja belum tentu bisa diraih.
Bagaimana hal itu bisa diraihnya? Semuanya terjawab dalam bukunya tersebut.
Berawal dari orangtua tegar
Rama sangat beruntung, terlahir dari rahim seorang Ibu yang bijaksana dan Bapak yang luar biasa. Kekurangan yang dibawanya sejak lahir, justru menyulut semangat mereka untuk menggembleng Rama agar tidak menyerah pada kekurangan. Entah bagaimana jadinya Rama bila tidak memiliki mereka. Mungkin saja saat ini dia telah berakhir di depan meja pijit. Maaf!
Secara manusiawi, kedua orangtua Rama juga terguncang ketika mendapatkan kenyataan anak mereka terlahir tidak normal. Hanya, kekuatan iman telah mengalahkan itu semua. Mereka sama sekali tidak mau larut dalam kesedihan dan lantas menyalahkan Tuhan atas “anugerah” yang telah Dia berikan.
Orangtua Rama samasekali tidak memperlakukannya secara khusus. Menurut pengakuan Rama, kedua orangtuanya memperlakukannya sama dengan adiknya yang normal. Semua tugas yang diberikan kepada adiknya, juga diberikan kepada Rama. Bahkan, karena tidak pernah diberlakukan istimewa, sampai-sampai Rama tidak menyadari kalau dirinya buta. Barulah di umur 7 tahun dia mengetahuinya melalui ucapan teman-temannya.
Dukungan yang luar biasa dari orangtua Rama terutama sekali terlihat dalam studinya. Dengan segala upaya, mereka usahakan agar sang buah hati bisa bersekolah di sekolah umum. Dan yang membuatku tidak berhenti berdecak kagum sekaligus malu adalah bagaimana usaha mereka untuk merekam dalam kaset seluruh buku pelajaran, agar Rama dapat belajar melalui pendengarannya. Tak terbayangkan olehku betapa di tengah kesibukan mereka mencari nafkah, masih menyempatkan diri untuk melakukan itu semua. Aku benar-benar malu. Sering aku menolak permintaan anakku untuk ditemani belajar, hanya gara-gara aku sedang sibuk dengan pekerjaan atau sedang lelah badan. Orangtua Rama samasekali tidak menunjukkan itu. Duh, malunya diriku… :(
Ketegaran orangtua Rama menular dengan baik kedalam kepribadian Rama. Usaha keras orangtuanya disambut dengan keinginan besar Rama untuk maju. Sehingga akhirnya diapun menyadari peran besar orangtuanya ini. Simak penuturannya di halaman 6:
Dari apa yang keluargaku berikan, dapat kusimpulkan bahwa kondisi awal seperti itu, ketika keluarga mendukung penuh terhadap anak yang lahir dalam keadaan yang berbeda, efek positifnya ternyata luar biasa. Itulah yang menentukan. Sebab, sepintar apapun seorang anak, secerdas apapun dia, ketika di masa kecil tidak mendapat dukungan, kelak ia tidak akan maksimal. Yang paling membahagiakan adalah ketika aku menyadari bahwa aku memiliki kedua orangtua dan keluarga yang positif luar biasa…
Ya, sikap positif terhadap anak akan mengantarkannya ke pintu kesuksesan, itulah poin yang bisa aku ambil dari pengalaman Rama ini.
Tidak perlu sukses, yang penting nikmati hidup
Prinsip Rama yang seperti ini lagi-lagi menginspirasiku. Aku, seringkali berusaha sekuat tenaga untuk meraih sesuatu yang disebut KESUKSESAN. Demi itu semua, aku rela mengorbankan banyak hal, terutama waktu dan keluarga. Aku sudah banyak berpindah, dari satu daerah ke daerah lain, demi meraih ambisiku. Tapi, aku lupa kalau waktuku telah habis untuk itu dan keluargaku merasa lelah dengan kepindahan-kepindahan itu. Betapa egoisnya aku!
Prinsip Rama; nikmati hidup ini dengan menjalaninya sesuai dengan kemampuan, setelah ini mungkin juga akan menjadi prinsipku. Thanks Rama!
Tangguh karena kekuatan lawan
Semboyan hidup Rama yang juga menarik adalah: Semakin kuat lawannya, maka ia akan bertambah tangguh. Kalimat ini adalah kutipan pembicaraan yang diambilnya dari sebuah video game online Final Fantasy XI. Dari kegemarannya bermain game inilah membuatnya beroleh semboyan hidup sekaligus penghidupan (baca: penghasilan).
Meski berpenglihatan terbatas, Rama tidak tersurut menekuni hobinya bermain game. Dan ternyata, dia tidak sekedar bermain, tapi juga menikmati dan sekaligus menumbuhsuburkan kreatifitasnya. Hobinya bermain musik dan dipadukan dengan kegemarannya bermain game menghantarkannya menjadi seorang komposer musik game kelas dunia. Dia ikut dalam penataan musik Nintendo untuk video games “Super Smash Brothers Brawl” yang dirilis 10 Februari 2008. Karya komposisi musik yang sudah dibuatnya lebih dari seratus buah. Tiga di antaranya dipakai untuk tema lagu permainan “Final Fantasy VII”, sebuah permaian buatan Jepang yang sangat terkenal di kalangan pencinta games komputer di dunia, termasuk Indonesia.
Visualisasi Imajinasi
Rama adalah seorang pemuda yang memiliki daya imajinasi sangat tinggi. Untuk menggambarkan kondisi dirinya, dia wujudkan dalam lima tokoh bidadari, yaitu: Wahita, Tiara, Lala, Aurora dan Darth Aurora. Masing-masing mewakili: kedewasaan, kearifan, kegembiraan, kecerdasan dan kemarahan. Aku patut acungi jempol buat Rama. Tidak banyak orang yang mampu mendefinisikan keadaan dirinya, bahkan sesempurna Rama dengan kelima bidadarinya itu. Di dalam buku, kelima bidadari itu divisualisasikan seperti tokoh-tokoh anime Jepang.
Kelima tokoh ini senantiasa mengiringi Rama dalam kesehariannya. Dan bahkan, ketika Rama merenung (baca: melamun), kelima tokoh ini dia buat seperti sedang berdialog. Dialog-dialog yang dimunculkan Rama benar-benar menarik. Dan yang lebih menariknya lagi adalah dia bisa mengambil sebuah keputusan dari konflik kelima tokoh bidadarinya itu. Suatu cara berpikir dan bertindak yang tidak mudah.
Sepertinya tidak akan habis pujianku kepada Rama. Namun, bukan berarti Rama tidak punya kekurangan. Kalau kekurangan penglihatan itu sudah pasti. Dengan kemampuannya menaklukkan lawan terbesarnya yang telah berubah menjadi kawannya, yakni kebutaan, telah membuatnya menjadi seorang yang percaya diri. Kepercayaan dirinya ini telah menjadi kekuatannya sekaligus kelemahannya.
Dengan kepercayaan diri yang tinggi, Rama berani menembus segala batas, termasuk berjalan sendiri dan bahkan melarikan diri ketika berbenturan dengan orangtuanya. Dia sering mengabaikan kekhawatiran orangtua yang senantiasa mengawasinya agar tidak terbentur dengan kesalahan konyol.
Ketika menjadi anak, aku pernah berontak minta diakui atau didengarkan dan bahkan diiyakan. Ketika itu, aku tidak peduli, apakah orangtuaku akan tersakiti perasaannya atau tidak, yang penting kemauanku terpenuhi, lantaran aku beranggap apa yang kupilih adalah sebuah kebenaran mutlak.
Begitu aku menjadi seorang ayah, barulah aku sadari bahwa apa yang dilakukan orangtuaku dulu adalah dalam rangka melindungiku. Karena tugas orangtua adalah: membiarkan anaknya ketika ia ingin memanjat pohon, dan pada saat yang bersamaan mengawasinya dan segera menyambutnya bila sang anak terjatuh. Anak sering merasa benar dengan pilihannya, tanpa peduli nasehat orangtua. Untuk itu, diperlukan komunikasi yang bijak antara anak dan orangtua, agar dapat meluluhkan segala keegoisan.
Akhirnya, aku menyarankan Anda semua untuk membaca buku ini. Karena melalui buku ini, kita akan dibawa memasuki dunia ketunanetraan. Ternyata, banyak hal yang kita tidak pahami selama ini dari dunia sahabat-sahabat kita tersebut. Dengan memahami mereka, kita akan menghormati mereka dan akhirnya akan menghargai mereka sebagaimana mestinya.
Buat Rama, teruslah berkarya, tapi jangan lupa untuk tetap bercermin pada matahatimu. Seperti yang kamu bilang; “Mata kita boleh buta, tapi jangan sampai matahati kita ikut buta…”
SHARE TO »